Urgensi Penetapan Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kab. Bulukumba
Menurut Yusli Sandi,S.Kel,M.Si, Penetapan Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) sangat mendesak di wilayah pesisir Kab. Bulukumba. Hal ini karena dari berbagai pengalaman banyak sekali terjadi konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, berbagai konflik tersebut berupa konflik antara pembudidaya rumput laut dan penangkap ikan, disamping itu juga sering terjadi konflik antara nelayan skala besar dan nelayan skala kecil. Konflik kepentingan di daratan pun tidak kalah menarik, karena sering pemanfaatan pesisir menganggu kepentingan lainnya. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan lahan tambak akan berpengaruh terhadap lahan sawah, atau pemanfaatan tambang galian C terhadap aktifitas ekonomi lainnya.
Berdasarkan
amanat UUD 1945 Pasal 33 bahwa bumi dan air dan segala kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat
adalah sebuah amanat institusional yang merupakan tanggup jawab negara.
Tanggung jawab untuk mensejaterakan masyarakat ini selanjutnya harus dijabarkan
dalam aturan main yang memfasilitasi segala bentuk interest-interest baik
itu yang bermotif ekonomi,politik dan sosial budaya.
Begitupula dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 sebagaimana dimuat dalam Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor IV/MPR /1999
khususnya pada Bab IV mengenai Arah Kebijakan Huruf H: Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan penetapan kelembagaan
dan penegakan hukum tentang pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup merupakan kegiatan pokok yang sangat penting.
Kenyataan-kenyataan
saat ini memperlihatkan bahwa laut dan pesisir makin menjadi rusak dan daya
dukung sumber daya alam bagi kehidupan manusia menjadi semakin menipis. Hal itu
disebabkan selain oleh karena tidak adanya pembatasan armada penangkapan dan
belum dibentuknya zona-zona pemanfaatan sehingga pola pemanfaatan yang ada
cenderung exploitatif dan belum jelasnya batas antara daerah penangkapan
nelayan skala tradisional dan modern.
Hal ini memberi
implikasi bahwa pengelolaan sumber daya alam laut tidak memberi kesempatan
kepada masyarakat lokal di sekitarnya untuk mengelola sekaligus
memanfaatkan dan melindungi sumber daya alam tersebut . Sebab lain yang tidak
kurang pentingnya adalah kelemahan institusional di dalam mengelola dan mencegah kerusakan
sumber daya alam bersifat publik yang non-komoditas tetapi memiliki kemampuan
yang memberi manfaat kepada manusia, dan juga kelemahan institusional dalam
penataan dan penguasaan serta pemanfaatannya, kelemahan secara institusional
ini pulalah yang menjadi pemicu konflik baik antara nelayan tradisional dengan
modern maupun dengan nelayan dan pembudidaya
rumput laut.
1.
Permasalahan yang Dihadapi
Kecenderungan terjadinya degradasi lingkungan
di kawasan pesisir saat ini disebabkan karena pola pemanfaatan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil yang masih bersifat terbuka (Open Access), prinsip open
access ini tidak hanya berdampak pada ketidak jelasan kewenangan
pengelolaan ruang tapi juga berimplikasi terhadap laju degradasi ekosistem
karena tanggung jawab secara individu maupun kelompok sangat kurang sebagai
akibat adanya pemahaman bahwa wilayah pesisir merupakan milik bersama.
Dengan lahirnya UU No.27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil serta Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No.16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, maka dipandang perlu adanya upaya untuk
mendorong Pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil secara terpadu, yang diawali dengan melakukan penyusunan
dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara
baik. Salah satu dari dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang
mengatur aspek spasial adalah Rencana Zonasi.
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam. Selain itu, akumulasi
dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir
yang didukung peraturan perundang-undangan yang ada sering menimbulkan
kerusakan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan perundang-undangan yang ada lebih berorientasi pada
eksploitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa memperhatikan
kelestarian sumber daya. Sementara itu, kesadaran nilai strategis dari
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan,
terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang. Kurang dihargainya hak
masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau- Pulau
Kecil, terbatasnya ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menunjukkan bahwa prinsip pengelolaan
pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu belum terintegrasi dengan kegiatan
pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem pengelolaan pesisir
tersebut belum mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan dan belum
memberi kesempatan kepada sumber daya hayati untuk dapat pulih kembali secara
alami atau sumber daya nonhayati disubstitusi dengan sumber daya lain.
Oleh sebab itu, keunikan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan berkembangnya konflik dan terbatasnya
akses pemanfaatan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu dikelola
secara baik agar dampak aktivitas manusia dapat dikendalikan dan sebagian
wilayah pesisir dipertahankan untuk konservasi. Masyarakat perlu didorong untuk
mengelola wilayah pesisirnya dengan baik dan yang telah berhasil perlu diberi insentif, tetapi yang merusak perlu
diberi sanksi. Norma-norma
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tersebut disusun dalam
lingkup perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan,
dengan memperhatikan norma-norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
lainnya seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725). Norma-norma Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang akan dimuat difokuskan pada norma hukum yang
belum diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan yang ada atau bersifat
lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah diundangkan. Norma-norma itu
akan memberikan peran kepada Pemerintah, masyarakat, dan swasta sebagai
pemangku kepentingan baik kepentingan daerah, kepentingan nasional, maupun
kepentingan internasional melalui sistem pengelolaan wilayah terpadu. Sesuai
dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,
pengembangan sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai
bagian dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus
diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian
hukum bagi upaya pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Dasar hukum
itu dilandasi oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2.
Tujuan dan Kegunaan
1. Membagi
wilayah pesisir yang sesuai dengan peruntukan, dan menempatkan bersama kegiatan
yang saling mendukung (compatible)
serta memisahkan dari kegiatan yang saling bertentangan (incompatible).
2. Mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya dan
untuk memandu pemanfaatan jangka panjang, pembangunan dan pengelolaan
sumberdaya di dalam wilayah rencana.
3. Mengurangi,
menghentikan, menanggulangi, dan mengendalikan tindakan dari
kegiatan-kegiatan merusak terhadap
habitat dan sumberdaya di wilayah laut dan pesisir serta melindungi kepentingan
nelayan tradisional dari persaingan dengan nelayan modern;
4. Menjamin
dan mendorong pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir oleh nelayan lokal
Kabupaten Bulukumba dan melaksanakan pengawasan ketat terhadap nelayan pendatang;
5. Memberi
batasan yang jelas pola pemanfaatan wilayah laut dan pesisir seperti zona
budidaya, zona penangkapan tradisional, zona pemanfaatan umum, zona rekreasi,
serta zona perlindungan.
6. Memberi
kesempatan yang luas kepada masyarakat lokal untuk melaksanakan pemanfatan,
perlindungan dan pengawasan terhadap sumber daya yang mereka miliki.
7. Menyiapkan peraturan setingkat Peraturan Daerah
mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil khususnya yang
menyangkut perencanaan, pemanfaatan, hak dan akses masyarakat, penanganan
konflik, konservasi, mitigasi bencana, reklamasi pantai, rehabilitasi kerusakan
pesisir, dan penjabaran konvensi-konvensi internasional terkait;
8. Membangun sinergi dan saling memperkuat antarlembaga
Pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan Rencana Zonasi
wilayah pesisir sehingga tercipta kerja sama antarlembaga yang harmonis dan
mencegah serta memperkecil konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan
antarkegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
9. Memberikan kepastian dan perlindungan hukum serta
memperbaiki tingkat kemakmuran masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui
pembentukan peraturan yang dapat menjamin akses dan hak-hak masyarakat pesisir
serta masyarakat yang berkepentingan lain, termasuk pihak pengusaha.
Pada Tahun 2014 ini, mengingat betapa pentingnya kehadiran peraturan Daerah ini, maka pihak Dinas Kelautan dan Perikanan melalui bantuan Badan Hukum Kab. Bulukumba sudah mendaftarkan Ranperda RZWP3K ini kedalam PROLEGDA Kab. Bulukumba Tahun 2014. dengan terdaftarnya ranperda ini, maka besar harapan kita semua agara Pengelolaan Wilayah Pesisir Kab. Bulukumba kedepan tidak lagi by Accident atau tanpa perencanaan yang matang.
Yusli Sandi,S.Kel,M.Si
Kasubag Program
Dinas Kelautan dan Perikanan
Comments
Post a Comment