METODE TERAPAN ASLI BUATAN BULUKUMBA
PENINGKATAN
PRODUKTIFITAS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN METODE INPUT ENERGI (NUTRIEN)
DAN METODE BERTINGKAT
Oleh :
Yusli Sandi, S.Kel
(Ka.Subag Program Dinas Kelautan dan Perikanan Kab.
Bulukumba)
Paper ini disampaikan pada KONAS VII Kemarin, dan Juga Metode ini sudah dipublish di Buku Teknologi dan Metode Terapan KKP dan Juga diterbitkan secara Bersamaan oleh Majalah Akuamina dan Info Mina.
1. Pendahuluan
Sponsored By: |
Produktifitas merupakan faktor penentu sekaligus
sebagai salah satu indikator keberhasilan. Semakin tinggi produktifitas, baik
itu dalam organisasi, usaha maupun perorangan, maka semakin dianggap berhasil
pula individu/organisasi dalam menjalankan fungsinya. Begitupula dalam kegiatan
usaha budidaya, indikator keberhasilannya senantiasa diukur dengan besaran
produksi yang dihasilkan. Dengan semakin meningkatnya produksi budidaya,
khususnya budidaya rumput laut, diharapkan akan mampu mengangkat pendapatan
Rumah Tangga Pembudidaya yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraannya.
Namun demikian, seiring dengan semakin
tingginya tekanan terhadap sumber daya di wilayah perairan pesisir lambat laun
membuat kemampuan wilayah ini dalam mensupport berbagai kegiatan yang berada
padanya menjadi semakin berkurang. Kemampuan wilayah perairan pesisir dalam
mengembalikan ketersediaan sumber dayanya tidak berbanding lurus dengan
besarnya laju ekstraksi yang berlaku pada wilayah ini. Kondisi inilah yang
kemudian memicu semakin rendahnya produktifitas yang ada di wilayah pesisir.
Kecenderungan kerusakan tersebut semakin
diperparah dengan ikut rusaknya berbagai ekosistem yang berada di wilayah
pesisir, dimana selama ini ekosistem tersebut merupakan ekosistem pendukung.
Ekosistem yang dimaksud adalah Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang. Ketiga
ekosistem ini merupakan siklus rantai makanan utama di wilayah pesisir,
sehingga apabila terjadi kerusakan diantara salah satunya, maka dipastikan akan
terjadi ketidak seimbangan di wilayah pesisir. Melalui ketiga ekosistem ini
pula berbagai kebutuhan biota laut digantungkan padanya, seperti tempat mencari
makan, berlindung sekaligus sebagai ekstraktor dalam mengurai limbah
yang hendak masuk ke wilayah perairan. Apabila terjadi ketidakseimbangan di
ekosistem ini, maka dipastikan pula bahwa sebaran unsur hara di wilayah
perairan tidak akan stabil.
Dengan tidak meratanya kandungan unsur hara
di wilayah pesisir, mengakibatkan tidak semua wilayah perairan dapat dijadikan
sebagai tempat usaha budidaya. Karena apabila hal tersebut dipaksakan, maka
dikhawatirkan usaha budidaya yang akan kita lakukan akan gagal karena tidak
mampu tumbuh dengan sempurna, atau terjadi kekurangan (shortage)
nutrisi.
Kondisi seperti inilah yang kemudian coba
kami pecahkan dengan cara membuat design budidaya rumput laut yang tidak
semata hanya mengandalkan nutrien yang tersedia di alam, melainkan mencoba
memberi perlakuan dengan cara input energi (nutrien) ke areal budidaya.
Skenario pemberian input nutrien ini sama halnya pemupukan yang dilakukan oleh
petani di daratan, namun karena pemupukan di wilayah perairan tidak
memungkinkan, mengingat kondisi oseanografis yang dinamis membuat seberapapun
volume yang ditumpahkan keperairan pastinya akan sia-sia. Oleh karena itu
design budidaya dengan metode input nutrien ini diharapkan mampu menjadi
jawaban.
Selain dari faktor nutrien variabel lain
yang membatasi produktifitas rumput laut dan bisa diatasi dengan perlakuan
adalah faktor keterbatasan ruang. Seiring dengan semakin tingginya intensitas
pengembangan budidaya di wilayah pesisir menuntut kebutuhan ruang yang semakin
meningkat pula. Pengembangan dengan cara extensifikasi tidak selamanya
bisa dilakukan mengingat tidak semua wilayah perairan jika ditinjau dari segi
oseanografis memungkinkan untuk aktifitas budidaya. Untuk mengatasi masalah
tersebut diperlukan sebuah metode budidaya yang mengintensifkan pemanfaatan
ruang, sehingga ruang perairan dapat termanfaatkan secara optimal. Metode yang
bisa digunakan adalah Budidaya Rumput Laut dengan Metode Bertingkat. Metode
bertingkat ini mempunyai konsep dengan kecenderungan mengikuti pola pemanfaatan
ruang di daratan, dimana wilayah yang padat tidak lagi diarahkan pada pengembangan
luas (horizontal), melainkan memakai pola pengembangan vertikal.
Pola ini juga bisa dilaksanakan pada budidaya rumput laut, karena efektifitas
sinar matahari yang mampu tembus ke perairan bisa sampai beberapa meter. Dengan
pola ini kolom perairan yang berada di bawah bisa dimanfaatkan tanpa mengurangi
fungsi utama kolom perairan yang ada di permukaan. Bahkan pada beberapa kasus
rumput laut yang agak ditenggelamkan ke perairan justru lebih banyak berhasil
pada musim panas (kemarau).
Penggunaan kedua metode budidaya diatas
dapat dilaksanakan secara bersamaan pada waktu dan tempat yang sama sehingga
metode ini diharapkan mampu menjadi pemicu intensifikasi budidaya rumput laut
yang seiring dengan target peningkatan produksi dari Kementrian Kelautan dan
Perikanan.
Perpaduan dari kedua metode budidaya rumput
laut ini kami beri nama INTI
(INput energi dan BerTIngkat).
3. Metodologi
3.1. Metode Input Nutrien
Metode input nutrien yang tidak lain adalah sebuah cara untuk
memupuk secara alami aktifitas budidaya rumput laut. Karena memberi pupuk
secara konvensional pada areal budidaya rumput laut tidaklah memungkinkan,
mengingat areal budidaya rumput laut sangat dinamis. Sehingga metode ini
diharapkan mampu menjadi jawabnya:
Adapun prosedur pemanfaatan metode ini adalah sebagai berikut
:
- Teknik budidaya yang dipakai adalah dengan cara tali panjang (Long Line)
- Teknik tali panjang ini dimodifikasi dengan mengikatkan karung goni yang berisi daun mangrove pada tali.
- Setiap karung goni diisi 10 Kg basah daun mangrove.
- Karung goni tersebut di ikatkan setiap 1 meter bujur sangkar.
- Setiap ikatan bibit rumput laut sebanyak 100 gram dengan jarak 20 cm.
3.1.1 Prinsip Kerja Input Nutrien
Prinsip kerja input nutrien ini adalah memberi suplai nutrien
pada areal budidaya rumput laut selama proses budidaya berlangsung. Komoditas
rumput laut yang kita budidayakan akan terus mendapat suplai nutrien yang
cukup, karena mendapatkan nutrien alami dari karung goni berisi daun mangrove
yang diikatkan disekitarnya, sehingga kandungan nutrien yang terdapat pada daun
mangrove akan berangsur-angsur ke luar ke wilayah perairan budidaya. Daun
mangrove tersebut akan terurai secara perlahan-lahan dan diperkirakan akan
habis berbarengan dengan masa panen budidaya. Hal ini berarti bahwa selama
proses budidaya berlangsung rumput laut akan terus mendapatkan tambahan
nutrien. Tentunya ini berbeda dengan metode pemupukan bionik yang dikembangkan
selama ini, dimana rumput laut hanya mendapat tambahan nutrien pada saat bibit
akan ditanam. Tentunya hal itu akan kurang efektif.
Adapun ilustrasi metode input energi dapat dilihat pada gambar
1
Dari gambar 1 terlihat bahwa nutrient yang terkandung dalam
daun mangrove akan terbawa ke segala arah, tergantung pada arah arus pada saat
itu. Kemanapun arah arus maka rumput laut akan selalu mendapat suplai nutrient.
Hal ini karena karung goni yang berisi daun mangrove itu ditempatkan tiap satu
meter baik secara membujur maupun secara melintang, sehingga praktis semua
rumput laut akan terkena efeknya.
3.2. Metode Bertingkat
Metode bertingkat ini merupakan sebuah cara berbudidaya dengan
menempatkan komoditas rumput laut sebanyak dua (2) lapis/layer pada kolom
perairan yang sama. Pada lapis pertama rumput laut ditempatkan seperti biasanya
dengan memakai cara long line dan pada layer 2 rumput laut ditempatkan
di sela-sela layer 1, dengan cara ini ada efektiftas pemanfaatan kolom perairan
yang berada di bawahnya. Namun tentu saja layer 2 harus mendapat sinar
matahari. Model metode bertingkat ini dapat dilihat pada gambar 2.
3.2.1 Prinsip Kerja Metode Bertingkat
Prinsip kerja metode bertingkat ini adalah sebuah cara
berbudidaya yang memanfaatkan kolom perairan secara maksimal. Budidaya dilakukan
dengan dua layer (lapisan) sehingga kolom air yang berada dibawah layer 1 akan
bisa lebih produktif. Penempatan layer 2 diletakkan di selah-selah layer 1,
jarak secara vertikal layer 1 dan 2 yaitu sekitar 25 cm. Dengan jarak seperti
ini, maka intensitas cahaya matahari yang akan sampai pada layer 2 masih cukup
efektif.
Adapun ilustrasi metode bertingkat dapat dilihat pada gambar
2 :
4. Pembahasan
4.1. Keunggulan Metode Input Nutrien
Kla Promo |
Areal perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah
area yang agak jauh dari muara sungai, hal ini karena rumput laut hanya bisa
tumbuh dengan normal pada perairan yang bersalinitas 30 – 32 ppm (Sediadi et
al., 2000). Oleh karena itu pemilihan lokasi budidaya selayaknya tidak
dilaksanakan pada daerah yang dekat dengan muara sungai. Namun demikian, areal
yang berjauhan dengan muara sungai dipastikan memiliki kadar nutrien yang lebih
rendah. Sumber nutrien yang umum di wilayah pesisir berasal dari daratan yang
dibawah oleh run off dan bermuara
ke sungai. Nutrien yang berasal dari daratan tersebut dialirkan oleh aliran
sungai yang pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh biota yang ada di wilayah
pesisir.
Berdasar pada ilustrasi diatas, kendala yang dihadapi dalam
budidaya rumput laut adalah bagaimana menemukan suatu area budidaya dengan
kadar salinitas sesuai dan kadar nutrien mencukupi. Satu-satunya cara yang bisa
dilakukan apabila kita ingin mendapatkan areal dengan salinitas sesuai adalah
di daerah yang agak jauh dari muara sungai, sehingga diperlukan sebuah upaya
agar konsekwensi bahwa perairan yang jauh dari muara sungai biasanya kandungan
nutriennya kurang, bisa diatasi dengan metode input nutrien ini.
Dengan metode input nutrien ini, maka areal budidaya akan senantiasa
mendapatkan tambahan nutrien selain dari nutrien yang memang sudah tersedia
oleh alam. Dengan metode ini, maka potensi perairan untuk aktifitas budidaya
rumput laut dapat ditingkatkan, hal ini karena meskipun wilayah tersebut
berjauhan dengan daratan sudah bisa dilakukan budidaya rumput laut. Tentu saja
wilayah perairan tersebut harus tenang dan tidak berombak tinggi untuk
menghindari rusaknya konstruksi budidaya yang telah dibuat.
Kedepan dengan berkembangnya metode ini, budidaya rumput laut
tidak lagi dilaksanakan hanya di pesisir saja, tapi juga bisa lebih jauh baik
pengembangan yang sejajar dengan pantai maupun tegak lurus dengan pantai.
Begitupula kualitas rumput laut dapat ditingkatkan, karena dengan terpenuhinya
kebutuhan nutrien, maka pertumbuhannya akan maksimal dan terhindarnya
kekerdilan hasil rumput laut.
4.2. Keunggulan Metode Bertingkat.
Salah satu masalah yang tidak bisa terhindarkan dalam
pengembangan budidaya laut adalah keterbatasan areal budidaya, dengan semakin
tingginya tingkat kebutuhan terhadap komoditas budidaya menuntut adanya proses
intensifikasi lahan. Intensifikasi lahan ini sama halnya di daratan yaitu
memaksimalkan areal yang ada untuk menggenjot produksi. Begitupula pada
budidaya rumput laut, haruslah dipikirkan untuk memakai metode intensifikasi
lahan, karena kelak cepat atau lambat areal dipesisir akan terus termanfaatkan
secara maksimal dan mungkin nyaris tak meninggalkan ruang lagi.
Dengan demikian metode bertingkat ini berusaha mengatasi
masalah tersebut, dengan metode bertingkat ini kolom perairan dapat
termanfaatkan secara maksimal. Ruang yang berada di bawah bentangan rumput laut
masih bisa dimanfaatkan untuk budidaya serupa, namun yang menjadi prasyarat
bahwa rumput laut yang berada di bawahnya masih mendapat suplai cahaya
matahari, karena cahaya matahari ini merupakan kunci bagi tanaman dalam
melakukan fotosintesis. Oleh sebab itu, bentangan rumput laut dibawahnya (layer
2) harus diletakkan di
sela-sela rumput laut pertama (layer 1). Pada gambar 2 bisa dilihat bahwa
bentangan yang berwarna biru merupakan layer 1 dan merupakan komoditas budidaya
utama dan layer 2 yang berwarna merah merupakan komoditas kedua. Dengan metode ini hasil
rumput laut yang dihasilkan bisa menghampiri dua (2) kali lipat dari pada
memakai hanya satu layer saja.
4.3.
Keunggulan Gabungan Metode Input Energi dan Metode Bertingkat (INTI )
Kombinasi dari dua metode ini
merupakan sebuah cara berbudidaya baru dengan prinsip intensifikasi lahan.
Dengan memakai metode INput energi dan berTIngkat (INTI ) ini, maka komoditas rumput laut yang
dibudidayakan akan selalu disuplai dengan nutrient tambahan dan juga jumlah
bentangan yang lebih banyak dibanding
dengan cara berbudidaya yang hanya satu lapis. Meskipun bibit rumput laut lebih
banyak ditempatkan dari sebelumnya, namun nutrient dijamin tetap akan cukup
karena adanya input nutrien yang telah disebutkan sebelumnya.
5. PENUTUP
Laju
pertumbuhan penduduk yang semakin lama semakin pesat perlu disikapi dengan cara
bijaksana. Membatasi laju pertumbuhan penduduk merupakan sebuah langkah
penting, karena manusia dalam sistem rantai makanan merupakan top predator
sehingga apabila jumlah manusia semakin blooming
maka energi akan berkumpul pada manusia, yang mengakibatkan manusia sebagai top predator akan kesulitan memenuhi
kebutuhan energinya.
Meskipun langkah tersebut diatas
cukup penting, namun upaya meningkatkan produktifitas pangan jauh lebih
mendesak. Usaha peningkatan produktifitas ini tidak boleh kalah cepat dengan
laju pertumbuhan penduduk. Apabila tercipta keseimbangan antara laju
pertumbuhan penduduk dan laju produksi pangan, maka kehidupan di dunia ini
diperkirakan akan senantiasa damai dan kehidupan masyarakat dunia bisa lebih
sejahtera.
Hal inilah yang menjadi dasar akan
pentingnya inovasi-inovasi pengelolaan pangan secara terus menerus yang coba
diaplikasikan penulis melalui metode berbudidaya rumput laut dengan input
energi (nutrient) dan bertingkat. Metode
ini diharapakan mampu menjadi pemicu peningkatan produksi pangan, khususnya
peningkatan produksi perikanan Indonesia, yang menargetkan dirinya sebagai
penghasil produsen terbanyak di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Menggali Manfaat Rumput Laut. http://www.Kompas cyber media.htm. Diakses 16 Desember 2004.
Anonim, 2005. Iron. http:www.en/wikipedia.org. Diakses tanggal 27 juli 2005.
Djamil, Agus S. 2004. Al – QurĂ¡n dan Lautan. Arasy Mizan. Bandung.
Duxbury, Alison B., 1993. Fundamentals of Oceanography. Wmc Brown Publisher, University of Washington. USA.
Hamzah, A.R. 2005. Analisis Pengaruh Faktor Oseanografi Terhadap Kandungan Protein Pada Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii Di Perairan Kab. Takalar. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Morel, Francois M. M, Janet G Hering. 1993. Principles and Aplications of Aquatic Chemistry. John Wiley and Sons. New York. USA.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suhardjo, Laura Jane Harper, Brady J Deaton, Judi A Bristel. 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. UI Press. Jakarta.
Syafitrianto, I. 2010. Kondisi Lingkungan Yang mempengaruhi Rumput Laut.http://wacanasainsperikanan.blogspot.com/2010/01/kondisi lingkungan-yang-mempengaruhi.html. Diakses Sabtu, 02 Januari 2010.
Indra, 2009. Daya Dukung Lingkungan Untuk Budidaya Rumput Laut. http://seputarberita.blogspot.com
Salam kenal, saya Robert alumni dari Program studi akuakultur. Saya sempat menyaksikan presentase dari metode ini pada acara konas 2010. Ide ini menginspirasi saya untuk penerapan tetapi dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan ice-ice. Mohon ijin untuk menjadikan materi saudara sebagai rujukan dalam tulisan saya, Terima Kasih
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete