KONTRIBUSI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN DAERAH
Pertumbuhan ekonomi saat ini
sudah menjadi Dogma indikator keberhasilan pembangunan daerah, kesuksesan
seorang pemimpin biasanya selalu diidentikkan dengan variabel ekonomi makro
ini. meskipun pertumbuhan juga terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan
daerah, karena nampak dipermukaan masih banyak ketimpangan faktor-faktor
produksi yang justru memicu kemiskinan. Ketimpangan ekonomi ini kemudian
memunculkan istilah baru dalam pengukuran pemerataan ekonomi, istilah tersebut
adalah Gini Ratio yang bertujuan untuk mengukur distribusi ekonomi.
Jika melihat dari aspek Geografis
Bulukumba adalah wilayah yang komplit karena memiliki sumber daya alam yang
terbentang dari wilayah pegunungan hingga wilayah lautan. Dari segi posisi, potensi Bulukumba yang paling
menonjol adalah potensi bahari, karena potensi ini tidak hanya berupa potensi
fisik seperti Pantai Pasir Putih, Keragaman (biodiveritas) biota laut,
kepulauan, perikanan dan lain-lain, namun Bulukumba juga memiliki potensi
Budaya Bahari yang kaya seperti Budaya pembuatan dan pelayaran dengan kapal
phinisi yang bahkan masih terjaga hingga kini. Menyadari hal ini maka sudah
sepantasnya arah kebijakan pembangunan kita juga harus terfokus pada Potensi
Comparative yang disebutkan sebelumnya.
Komposisi pertumbuhan ekonomi
atau biasa disebut dengan laju PDRB terdiri dari kontribusi berbagai sektor,
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Bulukumba, PDRB terdiri dari 17
sektor dimana salah satu kontirbutor utama
adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Pada tahun 2016 Sektor
ini menyumbang 41,14 % dari total PDRB Bulukumba. Jika dilihat lebih detail
perikanan berkontribusi 10,84 % atau Rp. 745.001.300.000 dari total PDRB
sebesar Rp. 7.241.156.200.000,. Jika diurut berdasar kontiribusi terhadap PDRB,
sub sektor perikanan justru menempati ranking ke 3 setelah sub sektor Tanaman
Pangan 14,48 %, Sektor Perdagangan besar dan eceran 15.82%. Dengan besaran
kontribusi seperti ini sudah selayaknya posisi perikanan sebagai sub sektor
diangkat menjadi satu sektor sendiri (tidak bergabung dengan pertanian) menjadi
sektor Kelautan dan Perikanan. Kontribusi sebesar 745 milyar lebih ini belum
termasuk sumbangsih kelautan baru murni sumbangsih dari nilai produksi
perikanan.
Mencermati kontribusi perikanan
yang menghampiri besaran APBD Bulukumba/ Tahun, maka kedepan sub sektor
perikanan dan kelautan harus bisa digali potensinya lebih jauh. Masih banyak
potensi yang belum tergali maksimal, lihat saja tambak yang ada di Bulukumba
baru sekitar 4.000 Ha, padahal panjang garis pantainya sepanjang 128 km,
panjang garis pantai ini juga merupakan terpanjang ke tiga di Sul-Sel. Budidaya
Laut baru 7.000 Ha padahal potensi idle (tanpa perlu intervensi teknologi) sebesar
9.000 Ha, potensi budidaya laut sebesar 9.000 itu belum masuk pantai timur
karena pantai disana butuh aplikasi tekno terapan untuk mengembangkannya. Lain
lagi dengan kondisi perikanan tangkap, meski Bulukumba terkenal dengan
pembuatan kapal phinisi bahkan dengan kapasitas ribuan ton,namun ternyata
kapasitas armada penangkapan ikannya jauh lebih di dominasi kapal – kapal kecil
atau < 10 GT. Belum lagi persoalan kelautan seperti maraknya pembom ikan,
degradasi terumbu karang, abrasi pantai dan belum terkelolanya sumber-sumber
jasa kelautan. Semangat pengelolaan kelautan kita juga semakin berkurang dengan
adanya amanat undang – undang no. 23 tahun 2014 berimplikasi pada berbaliknya
arah punggung kebijakan pemerintah daerah ke daratan, padahal sumber daya lautan
ini cenderung masih perawan (belum terkelola maksimal) dibanding dengan daratan
yang cenderung over exploitasi.
Kebijakan yang langsung berbalik
arah ini (meninggalkan kebijakan kelautan) sebenarnya tidak sepenuhnya benar,
karena UU no.23 Tahun 2014 hanya mengalihkan kewenangan penataan laut bukan
pemanfaatan laut, Kabupaten tidak lagi diperbolehkan untuk mengeluarkan aturan
berupa Perda untuk mengatur ruang laut, namun jika kita berbicara tentang
pemanfaatan sumberdaya laut itu maka masyarakat yang notabene adalah warga
kabupaten masih berhak memanfaatkan sumberdaya dimaksud. Mencermati hal ini
maka Pemkab tetap tidak boleh abai terhadap kepentingan keberlanjutan
pemanfaatan sumberdaya laut.
Menyadari begitu pentingnya
Kelautan dan Perikanan pada struktur ekonomi daerah, maka tidak ada alasan
untuk mengubah kiblat pembangunan kita. Jika kita mengurai sejarah, nenek
MOYANG kita adalah Seorang PELAUT, bukan petani, bukan buruh dan bukan pegawai.
Maka arah kebijakan pembangunan kita harus tercermin mulai dari RPJMD sampai
Budgeting. Namun jika melihat kondisi Kabupaten Bulukumba harapan itu rasanya
masih sangat jauh karena ternyata instansi yang ditugasi untuk mengurus
sumberdaya laut dan perikanan ini hanya mendapat sekitar 8 milyar. Persentasi
alokasi budgenting ini tentu tidak bisa dibandingkan dengan kontirbusinya yang
melebihi 700 milyar per tahun pada PDRB daerah.
Selanjutnya tergantung dari kita semua...Salam Bahari
Comments
Post a Comment