AKSI PENOLAKAN ALAT TANGKAP PERRE-PERRE DI BULUKUMBA
Imbas konflik nelayan beberapa hari lalu terus berlanjut, kali ini giliran nelayan Bulukumba yang melakukan aksi protes di DPRD dan kantor Bupati Bulukumba. Mereka menuntut agar alat tangkap jenis perre-perre ini ditertibkan karena sangat mengangu nelayan tradisional yang ada di sekitar perairan Bulukumba. Adapun tuntutan dari aksi mereka sebagai berikut :
1. Pemerintah
Bulukumba untuk segera menerbitkan peraturan zona tangkap, penggunaan alat
tangkap dan alat bantu penangkapan ikan.
2. Tindak
tegas nelayan yang melakukan praktek penangkapan ikan di luar peraturan yang
ada.
3. Segera
lakukan mediasi antara nelayan Bulukumba dan Bantaeng.
4. Pemerintah
harus memberikan jaminan subsidi BBM bagi nelayan kecil.
5. Berikan
perlindungan hukum bagi nelayan Bulukumba.
Dalam penyampaian aspirasi di DPRD mereka mendapat penjelasan bahwa Pihak Pemerintah Bulukumba akan memperhatikan dan melindungi nelayannya dan Kepala Cadang Dinas Kelautan Wilayah Selatan menjanjikan bahwa dalam waktu tidak lama Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan akan mengeluarkan surat edaran untuk mengatur penggunaan alat tangkap perre-perre ini.
Aksi tersebut kemudian berlanjut ke Kantor Bupati Blukumba, mereka diterima oleh Bapak Kepala Kesbangpol, beliau menjelaskan bahwa kepedulian pemerintah terhadap persoalan ini sangat besar terbukti dengan adanya mediasi yang dilakukan langsung oleh Bapak Bupati Bulukumba dengan menjamu dan mengadirkan secara langsung Bapak Wakil Bupati Bantaeng, para Kepala OPD terkait dan perwakilan nelayan Bantaeng. Pada saat pertemuan tersebut perwakilan nelayan Bulukumba tidak dihadirkan untuk menjaga kondisifitas suasana yang sudah mulai membaik.
Pada kesempatan itu Kabid
Perikanan tangkap Dinas Perikanan Bulukumba juga menyampaikan bahwa kami sangat
memahami keresahan yang dialami oleh nelayan Bulukumba terhadap alat tangkap
perre-perre ini. Sehingga Dinas Perikanan Bulukumba sudah mengambil sikap untuk
mengirim surat permintaan penghentian
sementara penggunaan alat tangkap ini sampai alat ini diatur secara legal
oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sekedar diketahui bahwa alat ini
memang belum terdaftar sebagai alat yang legal
untuk digunakan namun juga belum
terdaftar sebagai alat yang dilarang
digunakan, mengingat alat ini adalah hasil modifikasi dan baru digunakan.
Adapun alasan teknis dari Dinas Perikanan Bulukumba sebagai berikut :
1. Alat
tangkap perre - perre ini merupakan alat tangkap yang bersifat aktif dengan
memiliki sistem kerja jaring angkat. Adapun jenis jaring yang digunakan
menyerupai pukat dorong yang berbentuk kerucut dengan bingkai segitiga. Alat semacam
ini berdasarkan permenKP no.18 Tahun 2021 tidak diperuntukan untuk menangkap
ikan dengan perahu, tapi diperuntukkan untuk menangkap ikan menggunakan tangan
secara langsung sambil berjalan kaki di pantai.
2. Jika
melihat prinsip kerja perre - perre ini dengan alat bantu lampu yang digunakan,
maka alat ini sama dengan bouke ami dimana lampu ditempatkan di sisi perahu
kemudian ikan ditangkap juga disisi perahu tepat dibawah cahaya lampu. Alat dengan
prinsip kerja seperti ini berdasarkan permenkp No. 18 Tahun 2021 tidak
diperbolehkan menangkap ikan di jalur 1. Hanya boleh menangkap di jalur 2A
keatas (4 Mill).
3. Ukuran
mata jaring alat tangkap dengan prinsip
kerja bouke ami harus diatas 1 inchi, sementara alat tangkap perre – perre (nama
lokal) hanya berukuran 1mm (waring). Dengan ukuran mata jaring seprti ini maka
tidak ada selektifitas terhadap ikan yang ditangkap sehingga tidak ramah
lingkungan.
4. Untuk
menjaga keberlanjutan sumberdaya laut di perairan bulukumba, terdapat kearifan
lokal yang melarang warganya utk menangkap ikan dengan menggunakan lampu, hal
ini karena alat bantu lampu ini mengganggu nelayan jaring hanyut dan pemancing.
Dengan adanya cahaya lampu maka ikan akan lebih fokus terhadap arah cahaya.
Kearifan lokal ini memang tidak tertulis namun sudah berlangsung secara turun
temurun.
5. berdasarkan standar FAO (Food and Agriculture Organization) sebuah
organisasi dibawah naungan PBB menyebut bahwa ada 9 (Sembilan) kriteria alat
tangkap dikatakan ramah lingkungan (1995) atau Standar Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF). Alat tangkap ini melanggar tiga kriteria
yaitu : kriteria 1: Selektifitas Tinggi, Kriteria 6: By Catch rendah, Kriteria
ke 9: Dapat diterima secara sosial.
Lebih lanjut Kabid Perikanan Tangkap
Bulukumba menjelaskan bahwa dari berbagai pertimbangan teknis diatas jelas
terlihat bahwa alat tangkap ini harus diatur penggunaanya dan tidak bisa
digunakan sebebas kemauan kita karena ini akan berdampak pada mata pencaharian
nelayan lain. Begitupula surat Plt.Kepala Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Nomor:523/195/D2/DKP,
perihal: Pengaduan Nelayan Kab. Bantaeng Terhadap Penggunaan API, Tanggal 08
Februari 2021, dimana dalam surat ini menyatakan bahwa alat tangkap ini ramah lingkungan, Surat ini kami protes
karena tidak berdasarkan kajian komprehensif dimana didalamnya tidak mengkaji
penggunaan alat bantu lampu yang terbukti meresahkan nelayan lain, begitupula
surat ini tidak mempertimbangkan Mesh
Size jaring yang sangat kecil (1 mm) sehingga akan mengambil semua jenis
ikan tanpa adanya proses selektifitas, dampak dari jaring yang tidak selektif dalam
menangkap ikan adalah ikan-ikan juvenile (baby ikan) juga akan ikut tertangkap
bahkan telur ikan pun akan tertangkap sehingga tidak ada kesempatan bagi alam
untuk mengembalikan populasi. Untuk itu terkait surat tersebut Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan sudah berjanji untuk mencabut
surat tersebut dan menggantinya dengan surat edaran yang baru.
Untuk itu untuk menjaga kondisifitas
situasi diharapkan semua pihak menahan diri, karena pemerintah akan tetap hadir
disegala situasi dan memberikan solusi yang tepat dan bersifat win-win solution.
Comments
Post a Comment