BUPATI BULUKUMBA BERCENGKERAMA DENGAN MASYARAKAT
Pada hari rabu tanggal 24 Agustus
2022 kemarin Bupati Bulukumba bertemu langsung dengan masyarakat nelayan dan
pembudidaya rumput laut di PPI Bonto Bahari. Unsur nelayan yang hadir berupa pengepul,
pengecer dan nelayan itu sendiri, sementara dari pembudidaya rumput laut juga
dihadiri oleh pengepul, pengolah, dan pembudidayanya. Target awal peserta hanya
100 (seratus) orang namun karena tingginya antusias dari masyarakat peserta
membengkak menghampiri 150 (seratu lima puluh) orang. Acara ini sendiri tidak
masuk dalam rencana APBD, namun karena kepedulian Bapak Bupati Bulukumba
terhadap berbagai perisitiwa dan fenomena yang menimpa nelayan &
pembudidaya saat ini maka beliau berinisiatif untuk melaksanakan pertemuan
meskipun dengan cara yang sederhana.
Salah satu yang menjadi
keprihatinan beliau adalah terjadinya konflik antar nelayan, menurut beliau penyebabnya
adalah kurangnya ikan di perairan laut sehingga fishing ground semakin berkurang sebagai akibat dari terus
berkurangnya terumbu karang. Untuk itu diperlukan langkah-langkah untuk
meningkatkan kembali populasi ikan baik itu perairan di sekitar Bulukumba
maupun disekitar Bantaeng, langkah yang paling tepat menurut beliau adalah penyediaan
rumpon. Rumpon ini berfungsi sebagai rumah ikan, dengan tersedianya rumah ikan
maka schooling (gerombolan) ikan akan
bertambah. Inilah yang menjadi dasar kenapa beliau menjadikan program 1.000
rumpon sebagai program prioritas dalam pemerintahannya.
Dalam kesempatan ini Bapak Bupati
Bulukumba menyoroti rendahnya kualitas hasil tangkapan ikan di Bulukumba dimana
berdasarkan pantauan ekSportir di Makassar kualitas maksimal daging ikan tuna
yang berasal dari Bulukumba hanya pada standar mutu/grade II (B) dan pada
umumnya hanya masuk pada kualitas III (C) bahkan tidak ada sedikitpun hasil
tangkapan nelayan yang berhasil mencapai Grade 1 (A). Kurangnya kualitas hasil
tangkapan ini tentunya bedampak pada penghasilan nelayan karena harga daging
tuna Grade A di kisaran 150 rb – 200 rb/Kg, sementara harga daging grade B
sekitar 75rb/Kg, untuk Grade C sekitar 50 rb/Kg dan Grade D hanya 20rb/Kg.
Melihat besarnya selisih harga tersebut dengan rata-rata produksi Tuna
Bulukumba sebesar 100 Ton/Bulan dengan dominan kualitas hanya Grade C maka
selisih harga (kerugian nelayan) tiap bulan sebesar 10 Milyar Rupiah/Bulan. Asumsi
potensi kerugian ini berdasarkan
perhitungan sebagai berikut :
100 Ton = 100.000 Kg
Harga untuk Grade A : 100.000 Kg
x Rp.150.000 = Rp.15.000.000.000 (15 Milyar Rupiah)
Harga untuk Grade C: 100.000 Kg x
Rp. 50.000 = Rp 5.000.000.000 (5 Milyar Rupiah)
Sehingga selisih yang bisa
diperoleh oleh nelayan apabila hasil tangkapannya semua memenuhi Grade A
sebesar 10 Milyar Rupiah. Kerugian oleh nelayan ini tentu angka yang fantastis dan
sangat berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kemampuan mereka
dalam menangkap ikan sebanyak ini harus segera dibarengi dengan kemampuan dalam
melakukan penanganan ikan, baik itu penanganan ikan diatas kapal maupun
penanganan ikan pada saat penyimpanan dan pengiriman ke eksportir.
Tak lupa juga Bapak Bupati
Bulukumba menyoroti rendahnya kualitas bibit rumput laut di Bulukumba, dimana
bibit ini sudah lama digunakan sehingga kualitasnya menurun, untuk itu
diperlukan perbaikan kualitas bibit agar panen rumput laut bisa meningkat. Hal
ini sempat ditanggapi oleh Sekretaris Dinas Perikanan Bulukumba bahwa persoalan
yang dihadapi sekarang adalah kurangnya Bibit hasil kultur jaringan yang
dihasilkan oleh Balai Benih dari Kementerian KKP, begitujuga pada saat
penyaluran bantuan bibit sulit untuk mendapatkan kelompok yang bersedia untuk
menjadi Kebun Bibit, kelompok
penerima bibit tidak diperbolehkan menjual kering hasil rumput lautnya tapi
harus dalam bentuk basah (bibit) agar bibit tersebut tidak habis, namun paradigma
masyarakat masih lebih condong untuk mendapatkan hasil secepatnya.
Pernyataan Pak Bupati juga
ditanggapi oleh Nelayan bahwa rendahnya kualitas hasil penangkapan ikan
disebabkan oleh rendahnya pengetahuan nelayan dalam penanganan ikan baik pada
masa penangkapan maupun pada tahap pemasaran, begitupula sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh nelayan sangat terbatas dan diperlukan modal yang besar
untuk memenuhi standar tersebut, sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti
es, ruang pendingin yang memadai di kapal, Cold Storage di darat dan mobil
pengangkut dengan sistem pendingin. Untuk itu mereka meminta untuk diberikan
bantuan pengadaan sapra penanganan ikan dimaksud.
Setelah mendengar keluh kesah
nelayan, Bapak Bupati kemudian menyampaikan bahwa Dinas Perikanan Bulukumba
dalam waktu dekat harus segera membuat leaflet/poster cara penanganan ikan baik
pada saat tahap produksi maupun pasca produksi dan menyeberkannya ke
sentra-sentra nelayan agar tiap hari nelayan bisa membacanya. Begitupula untuk
bantuan Bapak Bupati akan berusaha mengakomodirnya dalam APBD 2023 mendatang.
Selain itu Dinas Perikanan untuk segera menyebar edaran untuk memastikan
jalur-jalur tangkap di laut agar nelayan mengerti dimana mereka bisa menangkap
sesuai dengan sarana alat tangkap yang mereka miliki, serta jangan lupa untuk melakukan penelitian terhadap tambak-tambak yang tidak produktif dan laporkan ke saya tutur Bapak Bupati.
Comments
Post a Comment