MENAKAR KESIAPAN DAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN BULAN CINTA LAUT
Bulan Cinta Laut merupakan
rencana terobosan program yang diluncurkan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI, program ini bertujuan baik karena memberi kesempatan kepada Laut
untuk “pulih” setelah di ekstrakasi
selama 11 (sebelas) bulan lamanya setiap tahun. Dengan adanya 1 (satu) bulan yang disiapkan agar nelayan
tidak lagi menangkap ikan pada bulan itu berarti memungkinkan populasi biota
laut bertambah dan dapat dimanfaatkan kembali di bulan lainnya. Penghasilan
nelayan yang tertunda akibat pelarangan menangkap ikan selama 1 bulan akan
dikonversikan menjadi pemungutan sampah di laut. Sampah yang dipungut nelayan
tersebut akan dibayar oleh KKP dengan harga ikan/Kg terendah pada daerah itu. Dengan
skema ini maka nelayan tetap berpenghasilan selama Bulan Cinta Laut sementara
ekosistem lautan mendapat waktu untuk memperbaiki sistem ekologi yang berlaku
pada ekosistem laut dan pesisir.
Program ini terkesan sangat baik
karena menggabungkan antara kepentingan ekologi
dan ekonomi, namun ada beberapa yang
perlu diperhatikan mengenai kesiapan pelaksanaannya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
sbb:
1 Prakiraan volume sampah di lautan
Prakiraan volume sampah ini sangat penting karena akan berhubungan dengan biaya pembayaran sampah yang berhasil di pungut oleh nelayan, Budget yang disiapkan harus mencukupi dengan jumlah sampah yang dipungut, harus dihindari adanya gagal bayar terhadap nelayan yang berhasil memungut sampah, karena gagal bayar ini akan menyebabkan trust nelayan kepada KKP menurun dan tidak akan mengikuti lagi program KKP ini.
2. Pengawasan
Aktivitas Mengambil Sampah
Tujuan dari Bulan Cinta Laut ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan sampah di laut, dengan adanya program ini maka nelayan yang bersedia mengambil sampah di laut akan mendapatkan benefit berupa penggantian dengan uang. Namun ini perlu diawasi jangan sampai nelayan mengambil sampah di daratan kemudian mengklaim bahwa sampah tersebut diambilnya dari lautan, jika seperti ini maka sampah di lautan tidak akan berkurang. Bagaimanapun mengambil sampah di daratan akan jauh lebih mudah dibanding mengambil sampah di lautan.
3. Fasilitas Pengelolaan Sampah
Sampah yang berhasil dipungut oleh nelayan juga harus dipikirkan, sampah tersebut harus segera diolah sesuai standar pengolahan sampah, harus ada pemisahan antara sampah organik dan non organik agar mudah dalam pengelolaannya, jika diperlukan harus ada aktivitas reuse dan recycle yang diisiasi sendiri oleh KKP. Hal lain yang perlu dihindari adalah sampah ini tidak boleh menjadi beban baru bagi TPA-TPA yang dimana-mana di seluruh wilayah Indonesia mengalami overload dalam pembuangan sampah.
4. Legalitas Bulan Cinta Laut
Untuk menjamin keberhasilan program BCL ini, sangat diperlukan adanya regulasi karena pada saat pelaksanaan BCL nelayan tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan namun “Menangkap Sampah di Laut” , dengan adanya anjuran/pelarangan untuk menunda menangkap ikan di laut berarti hal ini membutuhkan regulasi dalam bentuk permen atau sejenis produk hukum lainnya, sehingga apabila ada nelayan yang tetap menangkap ikan dapat diterapkan sanksi.
Selain dari ke 4 (empat) poin
diatas, juga perlu diperhatikan mengenai efektivitas program ini dalam
mengurangi sampah di laut. Persoalan banyaknya sampah di laut sebenarnya
dimulai dari kebiasaan kita membuang sampah sembarangan baik itu sampah yang
dibuang di daratan maupun sampah yang dibuang di kapal-kapal, namun sumber
sampah yang paling banyak adalah sampah dari daratan sehingga tidak kalah
pentingnya untuk dipikirkan bagaimana mencegah sampah itu masuk ke laut. Selain
dari kampanye tertib buang sampah pada tempatnya sudah perlu didorong oleh KKP
untuk membuat semacam jebakan sampah di muara-muara sungai atau kanal-kanal,
karena sampah daratan yang sampai kelaut lebih banyak melalui jalur ini. Sampah
harus semaksimal mungkin dicegah masuk ke laut dengan berbagai upaya. JIka
upaya pencegahan ini berhasil maka program BCL di masa mendatang tidak
diperlukan lagi.
Comments
Post a Comment