INDONESIA MASIH JAUH SEBAGAI "POROS MARITIM DUNIA"
Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi untuk menjadi Poros
Maritim Dunia. Poros Maritim Dunia bertujuan menjadikan Indonesia sebagai
negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas
Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan maritim,
memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.
Untuk menuju negara Poros
Maritim Dunia akan meliputi pembangunan proses maritim dari aspek
infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum, keamanan,dan ekonomi. Penegakkan
kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan,
penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan
lingkungan dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM kelautan, merupakan program-program utama dalam upaya mewujudkan
Indonesia sebagai poros maritim dunia .
Namun menurut Nazruddin salah seraong praktisi perikanan
menyatakan bahwa Indonesia masih jauh bicara poros maritim dunia, konektifitas,
kesenjangan antar wilayah masih sangat tertinggal, sebut saja penerbangan
Jakarta-Dobo membutuhkan biaya sebesar Rp.5.000.000 – Rp.6.000.000, Sementara
Jakarta - Eropa hanya Rp.2.000.000, bahkan menurutnya penerbangan JKT -
Singgapura hanya Rp.500.000 an.
Nazruddin kemudian menambahkan bahwa untuk ke Pelabuhan
Dobo Kabupaten kepulauan Aru Maluku, proses angkut ikan di container reefer
dengan Kapal Kargo Temas, Dobo-Surabaya 6 hari perjalanan. Ia mengaku bahwa
baru saja melakukan pengiriman 4 kontainer ikan tujuan Dobo- surabaya, Biaya
logistik yang dikeluarkan sebesar 55 juta/kontainer, lebih murah ke Asia Timur
sekitar 30 juta/kontainer 20 feet.
Selain itu infrastruktur jalan dan fasilitas pelabuhan
yang tidak memadai memaksa produsen Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk melakukan
pengangkutan ikan dengan mobil truk ke pelabuhan dan di pelabuhan di masukkan
di reefer container menyebabkan terjadi efisiensi, keamanan produk tidak
terjamin dan biaya logistik yang bertambah.
Tidak hanya sampai disitu pak Nazruddin yang bukan hanya
sebagai praktisi perikanan namun sudah lama sangat peduli dengan kondisi
kelautan dan perikanan di Indonesia menambahkan bahwa sepertinya isu KTI (Kawasan
Timur Indonsia) sudah mulai ditinggalkan, padahal memegang peranan penting
untuk menopang pertumbuhan ekonomi
nasional, hilirisasi Nikel di Soroako, Morowali, Halmahera, Rumput Laut,
udang intensif di sulsel, IKN di PPU, Tambang emas Freeport, Papua, mereka
orang pusat menjadikan ladang pembantaian lingkungan, pemiskinan masyarakat dan
kesenjangan pembangunan antar wilayah, peran tokoh² intelektual, cendekiawan
KTI tidak dibutuhkan pemikirannya.
Di akhir pembicaraan beliau mengungkapkan bahwa penguasaan
sektor Maritim Indonesia masih tertinggal jauh apabila Penangkapan Ikan Terukur
(PIT) dan kuota dibuka untuk Kapal asing maka Industri Perikanan Nasional akan
tenggelam karena tidak mampu bersaing dalam harga, kuantitas, kualitas dan
tenaga kerja.
Comments
Post a Comment