TERBUKTI, RUMPON MEMBAWA MASLAHAT BUKAN MUFSADAH
Masih segar teringat program 1.000 rumpon yang digaungkan
oleh Bupati dan Wakil Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf dan Andi Edy
Manaf, program ini sebenarnya banyak dicibir mengingat kebijakan ini beririsan
dengan level pemerintahan yang lebih tinggi terkait kebijakan kelautan. Namun,
Dinas Perikanan pada saat itu bergerak cepat untuk segera menterjemahkan kebijakan
visioner ini. Berbagai perangkat dalam OPD terkait kemudian bekerja sinergi untuk
menuntaskan kendala yang kemungkinan akan berbenturan dengan kebijakan ini,
salah satu kendala yang dihadapi adalah terkait kendala regulasi. Menyadari
kendala tersebut OPD terkait kemudian menjalankan upaya sinkronisasi dengan
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sul Sel, upaya ini berbuah manis karena
kebijakan ini rupanya tidak hanya mendapat respon positif dari Pemerintah
Provinsi Sul Sel namun bahkan direplikasi dan menjadi arah kebijakan baru
provinsi sul sel bidang kelautan perikanan yang saat ini disebut program 100.000
rumpon dan rumah ikan.
Untuk program 1.000 rumpon Bulukumba sendiri kini dampaknya mulai terasa, karena berbagai tangkapan ikan ekonomis penting seperti ikan tuna, tongkol dan cakalang kembali membaik, setelah sekian lama nelayan mengeluhkan sulitnya menangkap ikan jenis ini di perairan Bulukumba. Akibatnya Nelayan Bulukumba harus jauh-jauh sampai ke perairan Selayar, Sulawesi Tenggara bahkan sampai Papua, namun kondisi tersebut mulai membaik meskipun secara keseluruhan belum sepenuhnya pulih namun tanda-tanda perbaikan itu kini mulai terasa.
Perbaikan kondisi penangkapan ikan tersebut tidak luput dari program 1.000 rumpon, karena rumpon ini bertugas untuk mengumpulkan ikan yang sedang berenang (migrasi). Perairan yang memiliki rumpon akan menjadi tempat yang atraktif bagi ikan sehingga ikan akan berlama-lama berenang di sekitar perairan tersebut, dengan adanya rumpon maka ikan-ikan pelagis besar akan mudah mendapatkan makanannya karena di rumpon banyak sekaligi oragnisme dan ikan kecil yang hidup berasosiasi dan membentuk mikro ekosistem. Mikro ekosistem inilah yang membuat ikan pelagis ekonomis penting sangat doyan untuk mampir.
Dampak rumpon terhadap hasil tangkapan ikan dirasakan betul oleh masyarakat para-para lingkungan Erelebu Utara Kelurahan Ekatiro Kecamatan Bonto Tiro. Adalah KUB Cahaya Ujung nelayan pengguna pancing ulur baru-baru ini mendapatkan hasil ikan tuna dari rumpon sebanyak 1,3 ton untuk 2 kapal penangkapan ikan yang mereka miliki.
Menurut Amiruddin penyuluh perikanan kecamatan Bonto Tiro,
KUB Cahaya Ujung ini melakukan penangkapan ikan di rumponnya yang berlokasi di
laut flores sekitar perairan antara Bulukumba dan selayar. Untuk sekali melaut
rata-rata hasil tangkapan sekitar 500 Kg dengan durasi trip antara 7 – 10 hari dan
ikan tersebut akan di daratkan di para-para.
Lebih lanjut Pak Amir sapaan akrab penyuluh ini menyatakan
bahwa dirinya sudah menyampaikan ke nelayan untuk melakukan penangan ikan
diatas kapal pasca penangkapan, ikan yang ditangkap tidak boleh dibiarkan
begitu saja atau menggelepar dalam waktu yang lama karena akan menurunkan mutu
ikan. Menurut Pak Amir dia telah mensosialisasikan cara penanganan ikan pasca
ditangkap yaitu dengan cara memukul kepala ikan diposisi antara 2 mata ikan
atau menusuk otak kecil ikan. Tujauannya adalah agar ikan cepat mati dan tentu
ini juga sesuai dari sisi kemanusiaan agar ikan tidak tersiksa, dari aspek
penanganan mutu ikan yang cepat mati juga akan cepat didinginkan karena otak
merupakan pengatur suhu sehingga ikan yang masih hidup meski sudah sekarat
sulit untuk didinginkan dan berdampak pada mutu daging ikan.
Setelah ikan dimatikan, insang ikan kemudian dibuang karena bagian insang inilah merupakan sarang penumpukan bakteri yang berpotensi merusak daging. Setelah pembuangan insang ikan kemudian ditempatkan di palka dan dilapisi es untuk penurunan suhu. Ikan yang baru ditangkap tersebut kemudidan dibawah ke para-para untuk didaratkan. Namun Pak Amir menambahkan disinilah kendala yang dihadapi karena proses pendaratan ikan ini tidak mulus, mereka harus menunggu dulu pasang untuk bersandar agar kapal tidak kandas, imbasnya mutu ikan diatas kapal menjadi turun karena haru menunggu ber jam-jam bahkan biasa sampai bermalam.
Sesampai didaratan ikan ini kemudian ditimbang, proses penimbangan ini berfungsi sebagai penyortiran, dimana ikan yang berbobot 20 Kg keatas akan dijual di Makassar sementara untuk bobot ikan 10 Kg kebawah akan disalurkan ke pengasap atau pengecer lainnya. Ikan yang akan dijual ke Makassar dikemas diatas mobil Pick Up dengan cara dibungkus terpal dan disusun rapi dilapisi es kemudian ditutup rapat menggunakan terpal, kapasitas muatan pick up sekitar 1 ton. Namun demikian metode pengangkutan seperti ini tentu berdampak pada penurunan kualitas karena insulasi dari terpal tidak sebaik denga Styrofoam, namun pengangkutan dengan syrofoam/gabus juga tidak memungkinkan mengingat ukuran ikan yang bahkan ada sebesar orang dewasa. Untuk itu diperlukan mobil berfreezer untuk mengangkut ikan tuna ini, imbuh Pak Amir.
Comments
Post a Comment