Program Unggulan Pemkab Bulukumba Berbasis Riset: Kolaborasi dengan Universitas Terkemuka di Indonesia Timur
Program unggulan Pemerintah Kabupaten Bulukumba di bidang perikanan, yang terdiri dari Program 1.000 Rumpon dan Kolam Labuh, merupakan program yang tidak lahir secara tiba-tiba. Kesemuanya melalui proses panjang, penelusuran masalah, dan elaborasi dengan konsep pembangunan kekinian. Program ini lahir dari kegamangan melihat persoalan masyarakat yang tidak kunjung usai. Nelayan, sebagai sebuah profesi mulia, terus terpinggirkan, padahal mereka adalah pahlawan protein yang patut diperjuangkan. Mereka bukan hanya menyiapkan pangan tetapi berperan besar dalam meningkatkan kecerdasan bangsa.
Namun, profesi nelayan mengalami banyak kendala, mulai dari kesulitan perlengkapan pra-melaut hingga fase pasca-melaut yang tidak kalah rumitnya, khususnya pada pemasaran hasil perikanan. Justru, harga hasil tangkapan ditentukan oleh pembeli, bukan oleh penjual sebagai pemilik barang. Padahal, di banyak tempat, penentuan harga biasanya dilakukan oleh penjual. Untuk itulah Kolam Labuh dihadirkan sebagai solusi atas persoalan tersebut.
Tak berhenti di situ, nelayan sering kali pulang dengan tangan kosong karena gagal mendapatkan ikan, akibat semakin menipisnya kelimpahan ikan di perairan. Tak ingin berlarut-larut dengan persoalan ini, Pemkab Bulukumba bergerak cepat mengatasinya. Menyadari keterbatasan SDM pemda dalam melakukan riset, Pemkab Bulukumba kemudian bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP). Riset mendalam dilakukan untuk mencari tahu penyebab populasi ikan yang semakin menurun.
Menurut Ir. Ibnu Hajar, S.Pi., Ph.D, salah satu pengajar di FIKP Unhas, kondisi ekosistem laut yang semakin terdegradasi menjadi salah satu penyebab utama penurunan populasi ikan. Diperlukan teknologi terapan untuk memulihkan ekosistem laut, dan salah satu solusi yang dia tawarkan adalah pembuatan pohon laut (rumpon layang). Penelitian mengenai rumpon layang ini dimulai pada tahun 2013 di Pulau Samalona, dan model rumpon layang tersebut terus berevolusi mengikuti tingkah laku biota laut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, rumpon layang berhasil menciptakan ekosistem laut yang baru. Banyak perfiton yang menempel, termasuk diatom yang merupakan santapan ikan kecil. Begitu pula spesies ikan yang ditemukan hidup berasosiasi mulai dari dasar hingga permukaan rumpon layang, dengan kelimpahan populasi ikan demersal dan pelagis. Bahkan, jenis-jenis crustacea seperti kepiting dan lobster juga bermunculan di sekitar rumpon ini.
Rumpon layang kemudian diuji coba di Kabupaten Jeneponto. Meskipun pada awalnya tidak ada keyakinan yang kuat terkait keberhasilannya, mengingat kondisi keanekaragaman hayati di perairan Jeneponto yang rendah, karena terdiri dari substrat pasir bercampur lumpur, rumpon ini kembali sukses menciptakan habitat baru bagi biota laut. Kini, spot tersebut menjadi tempat pemancingan yang sangat produktif. Pada tahun 2023, rumpon layang ini mulai diperkenalkan di Bulukumba, menandai akhir dari riset panjang yang dimulai sejak satu dekade lalu.
Menurut Dr. Alfa Nelwan, dosen sekaligus ahli Manajemen Sumber Daya Perairan di Unhas, rumpon dasar tidak hanya menciptakan habitat bagi biota laut, tetapi juga mampu meningkatkan tingkat keanekaragaman hayati laut. Dampaknya bukan hanya dirasakan oleh nelayan, tetapi juga oleh ekosistem laut yang pulih. Dampak positif ini meluas, tidak hanya ke ekonomi, tetapi ke berbagai sektor lainnya.
Pada hari Kamis, 31 Oktober 2024, Dinas Perikanan kembali mendatangi pihak FIKP Unhas untuk menjalin kerjasama lebih lanjut, dengan fokus pada pengelolaan rumpon yang telah dipasang di lautan Bulukumba. Pada pertemuan tersebut, pihak dinas disambut oleh DR.Fahrul Ketua Departemen Perikanan FIKP Unhas beserta jajarannya. Mereka sangat antusias dan berkomitmen menjadikan Bulukumba sebagai laboratorium alam bagi FIKP Unhas. Sinergi antara kedua lembaga ini sangat penting, karena selain sebagai lembaga perguruan tinggi, Unhas juga berperan sebagai lembaga riset yang mampu menghasilkan teknologi-teknologi baru. Setelah riset matang, Pemkab Bulukumba dapat menerapkannya secara praktis.
Dr. Fahrul menegaskan pentingnya melibatkan konsep Pentahelix dalam pengelolaan rumpon di masa depan. Pentahelix adalah pendekatan kolaboratif yang melibatkan lima elemen utama, yaitu pemerintah, akademisi, industri, komunitas, dan media, untuk memastikan manfaat program ini bisa dirasakan oleh semua pihak yang terlibat. Sinergi antara Pemkab Bulukumba dan Unhas diharapkan dapat menciptakan solusi berkelanjutan bagi masalah yang dihadapi nelayan dan memulihkan ekosistem laut secara bersamaan.
Comments
Post a Comment